KASONGAN – HaloKalteng.com – Sidang lanjutan perkara dugaan pencurian sawit yang menjerat Aminuddin Gultom bersama tujuh orang lainnya kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kasongan pada Senin, 28 Juli 2025. Namun agenda pembuktian kembali ditunda lantaran pelapor dari pihak perusahaan PT Bumihutani Lestari (BHL) tidak hadir.
Ketidakhadiran pelapor yang disebut sebagai manajer perusahaan menjadi sorotan kuasa hukum para terdakwa. Jesvandy Silaban, kuasa hukum Aminuddin dan tujuh terdakwa lainnya, menilai perkara ini penuh kejanggalan dan kuat dugaan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kliennya dan para buruh lepas yang ikut diproses hukum.
Dalam perkara ini, delapan terdakwa yakni Aminuddin Gultom, Jepry P. Lasse, Yohanes Berek, Arnis Laki Mbei, Stefanus Maf, Rioyanto, Jems Ferdinan, dan Batri Nabu, dituduh mencuri buah sawit perusahaan di area blok I29 pada 13 April 2025. Diduga mereka sempat diamankan oleh pihak kepolisian setelah aktivitas panen berlangsung.
Menurut kuasa hukum, kegiatan panen dilakukan atas permintaan pihak perusahaan kepada Aminuddin. Saat itu, Aminuddin mengajak tujuh orang buruh lepas untuk membantu memanen sawit di lokasi tersebut. Namun, setelah pekerjaan berjalan, mereka tiba-tiba dihentikan dan dilaporkan ke kepolisian.
“Ini aneh. Klien kami justru diminta bantu oleh perusahaan. Tapi malah dilaporkan mencuri. Ini yang kami nilai mengarah pada kriminalisasi,” tegas Jesvandy usai sidang, kepad sejumlah wartawan, di Kasongan.
Dia juga menyebut bahwa tujuh terdakwa lainnya selama ini diketahui tinggal di mess perusahaan dan tidak pernah dibantah statusnya sebagai buruh lepas. Bahkan, buah sawit yang mereka panen diangkut menggunakan kendaraan perusahaan dan tidak pernah diperjualbelikan.
Jesvandy menilai tuduhan pencurian tersebut tidak berdasar. Tidak ada bukti adanya kerugian nyata yang dialami perusahaan, dan proses panen pun dilakukan secara terbuka, bukan diam-diam atau secara ilegal.
Pihaknya juga menyebut bahwa Aminuddin sebelumnya dikenal sebagai warga yang cukup kritis terhadap kebijakan perusahaan, terutama menyangkut pengelolaan lahan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa proses hukum terhadapnya memiliki motif lain di luar konteks hukum murni.
Karena pelapor kembali tidak hadir di persidangan, kuasa hukum meminta majelis hakim memberikan perhatian khusus terhadap integritas proses hukum perkara ini. Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 4 Agustus 2025 mendatang dengan harapan pelapor bisa hadir memberi keterangan langsung.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jika tidak ada bukti kuat, apalagi pelapor tidak pernah hadir, kami harap majelis hakim mempertimbangkan dengan objektif. Jangan sampai warga kecil jadi korban sistem,” pungkas Jesvandy. (AN)