Menelisik Tiwah Massal di Tampang Tumbang Anjir, Ini Prosesinya!
KUALA KURUN,HaloKalteng.com – Upacara Tiwah dan massal merupakan ritual penganut agama Hindu Kaharingan, yang memang kepercayaan asli suku Dayak Kalimantan Tengah (Kalteng) yang turun temurun, dan sebagai tanda bakti kepada leluhur mereka.
Pasalnya, tiwah merupakan upacara tingkat terakhir bagi suku dayak, kematian perlu disempurnakan dengan ritual lanjutan agar roh dapat hidup tenteram bersama Ranying Hatalla Langit. Seperti, digelarnya Tiwah Massal di Desa Tampang Tumbang Anjir(TTA), Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Rabu (15/5/2024) lalu, pihak penyelenggara telah mempersiapkan Sapundu, yaitu patung kayu yang diukir berbentuk manusia. Mereka membuat Sapundu berjumlah sama dengan hewan kurban yang akan ditiwahkan, terkecuali hewan babi yang dibuatkan kandang tersendiri. Sapundu ini akan ditancapkan disekitaran sangka raya.
“Sapundu ini masih berkaitan berupa salah satu simbol leluhur yang memelihara hewan yang akan di kurbankan,” ucap Panitia Tiwah Masal di Kelurahan TTA Kalie L Pohon saat dibincangi.
Lapisan demi lapisan kayu diukir untuk membentuk motif mirip manusia. Kayu yang semula polos dibentuk sedemikian rupa kini menjadi perwujudan dari pada leluhur dan pemujaan kepada Tuhan.
Menurut Kali, tiang kayu bermotif manusia ini memiliki dua versi. Ada yang sesuai dengan permintaan pihak keluarga dan ada pula yang sesuai kemampuan pengukirnya melihat kualitas kayu sapundu.
“Karena memang tak gampang mengukirnya. Semakin besar kayunya pastinya semakin banyak motifnya,” ujarnya.
Banyaknya tahapan dalam upacara tiwah membuat perayaan ini bisa berlangsung selama hampir 40 hari. Pertama, keluarga harus mendirikan balai nyahu, yaitu tempat untuk menyimpang tulang belulang yang sudah dibersihkan.
Kedua, keluarga harus membuat anjung-anjung atau bendera kain yang jumlahnya harus sama dengan jenazah yang akan ditiwahkan. Ketiga, keluarga memasukkan tulang belulang ke balai nyahu. Tahapan ini disebut Tabuh l, Tabuh Il dan Tabuh Il. Ini merupakan tahapan riskan karena disinilah roh mulai diantar ke lewu tatau.
Tahapan berikutnya adalah keluarga melakukan tarian manganjan sambil mengelilingi sangkai raya sebagai tempat anjung-anjung dan persembahan untuk Ranying Hatalla berada dan Sapundu. Begitu riang dan sukacita karena roh keluarga mereka naik ke surga didalam kepercayaan orang Kaharingan.
Kali menjelaskan, dalam tiwah massal ini, arwah diupacarakan berjumlah 25 orang yang telah meninggal, tersebar di tiga desa yakni Tampang Tumbang Anjir, Tanjung Riu dan Tumbang Lampahung.
“Untuk hewan yang dikurbankan terdiri dari sapi, babi dan kerbau. Terdiri dari delapan ekor sapi sembilan ekor kerbau, serta sisanya hewan babi,” tuturnya.
Nantinya, hewan-hewan tersebut ditusuk dengan tombak hingga mati oleh keluarga. Penombak pertama adalah orang tua dalam sisilah keluarga. Mereka percaya cucuran darah hewan tersebut akan menyucikan roh.
Lalu maksud, kepala hewan seperti Kerbau, Sapi dan Babi yang sudah mati akan dipenggal dan dikumpulkan sebagai makanan para roh. Sementara itu, daging mereka masak untuk dimakan bersama-sama. (Red)